MA'AF
Aku terbangun dari tidur siangku. Cahaya yang begitu terang membuatku sulit membuka mata. Ku toleh pandangan ke sisi kanan tepat pada jam dinding yang menunjukkan pukul dua. Keringat yang membahasi tubuh memaksaku untuk bangun dari ranjang. Aku terdiam sejenak, mengingat kejadian yang ku alami pagi tadi yang telah membuat aku dan Ibuku layaknya api dan air.
Aku tidak dapat mengendalikan amarah yang membuatku sakit hati dan tidak bisa berpikir jernih. Selama perselisihan berlangsung hanya omelan-omelan yang keluar dari mulutku. Namun aku melihat kekecewaan di raut wajah ibuku.
Kebohonganku tercium oleh teman ibuku. Dia melihatku ketika aku membolos sekolah bersama temanku. Begitu Ia tahu, entah apa yang Ia rasakan. Aku benar-benar menyesal melakukan hal itu.
Aku keluar dari kamar. Tepat di depan pintu terdengar nyanyian kecil shalawat nabi. Aku menghampiri suara tersebut dengan rasa penasaran hingga di ruang tengah terlihat jari-jari ibu yang lihai merajut dari benang menjadi sesuatu yang berguna. Ku langkahkan kakiku hingga kami saling bertatapan. Matanya sedikit membengkak dan bibir mungilnya tersenyum manis padaku, seakan tidak ada yang terjadi pada kami. Aku malu pada diriku sendiri setelah apa yang aku lakukan. Anak yang Ia besarkan dengan penuh kasih sayang membuatnya sepeti ini.
“kemarilah, duduk di samping ibu”. Ajakan hangat ibuku yang tentunya tak dapat kutolak.
Tertunduk malu saat ku duduk disampingnya. Aku melirik Ibu dan Ia tetap merajut dengan benang merah hati. Hingga aku tahu ini ajakan Ibu untuk aku bicara.
“maaf ya, bu“. ujarku
“menyesal ?”. Tanya Ibuku.
“Ibu, aku benar-benar menyesal dan aku malu dengan Ibu. Aku minta maaf, bu”. Kataku dengan tulus.
“janji tidak mengulanginya lagi?”. Tanya ibu serius.
“aku janji dan tidak akan mengecewakan ibu lagi”. Kataku dengan suara gemetar.
Ia meletakkan benang yang melingkar di jari telunjuknya di atas meja sebelah kanannya. Senyum itu Ia lontarkan lagi, membuatku ingin menangis. Ia rangkul tanganku dan berkata “membuat kesalahan adalah kelemahan manusia, belajar dari kesalahan adalah kekuatan manusia. Ibu harap kamu menjadi yang ibu katakana dan ingat untuk tidak jatuh pada lubang yang sama. Mengerti?”.
“ibu”. Aku tidak dapat berkata apa-apa lagi. Ia mendekatkan wajahnya ke bahuku dan meletakkan tangannya di punggungku. Pelukannya hangat mendekap hati. Aku berjanji untuk diriku dan Ibuku untuk menjadi yang Ia inginkan.
»» Selengkapnya...
Aku terbangun dari tidur siangku. Cahaya yang begitu terang membuatku sulit membuka mata. Ku toleh pandangan ke sisi kanan tepat pada jam dinding yang menunjukkan pukul dua. Keringat yang membahasi tubuh memaksaku untuk bangun dari ranjang. Aku terdiam sejenak, mengingat kejadian yang ku alami pagi tadi yang telah membuat aku dan Ibuku layaknya api dan air.
Aku tidak dapat mengendalikan amarah yang membuatku sakit hati dan tidak bisa berpikir jernih. Selama perselisihan berlangsung hanya omelan-omelan yang keluar dari mulutku. Namun aku melihat kekecewaan di raut wajah ibuku.
Kebohonganku tercium oleh teman ibuku. Dia melihatku ketika aku membolos sekolah bersama temanku. Begitu Ia tahu, entah apa yang Ia rasakan. Aku benar-benar menyesal melakukan hal itu.
Aku keluar dari kamar. Tepat di depan pintu terdengar nyanyian kecil shalawat nabi. Aku menghampiri suara tersebut dengan rasa penasaran hingga di ruang tengah terlihat jari-jari ibu yang lihai merajut dari benang menjadi sesuatu yang berguna. Ku langkahkan kakiku hingga kami saling bertatapan. Matanya sedikit membengkak dan bibir mungilnya tersenyum manis padaku, seakan tidak ada yang terjadi pada kami. Aku malu pada diriku sendiri setelah apa yang aku lakukan. Anak yang Ia besarkan dengan penuh kasih sayang membuatnya sepeti ini.
“kemarilah, duduk di samping ibu”. Ajakan hangat ibuku yang tentunya tak dapat kutolak.
Tertunduk malu saat ku duduk disampingnya. Aku melirik Ibu dan Ia tetap merajut dengan benang merah hati. Hingga aku tahu ini ajakan Ibu untuk aku bicara.
“maaf ya, bu“. ujarku
“menyesal ?”. Tanya Ibuku.
“Ibu, aku benar-benar menyesal dan aku malu dengan Ibu. Aku minta maaf, bu”. Kataku dengan tulus.
“janji tidak mengulanginya lagi?”. Tanya ibu serius.
“aku janji dan tidak akan mengecewakan ibu lagi”. Kataku dengan suara gemetar.
Ia meletakkan benang yang melingkar di jari telunjuknya di atas meja sebelah kanannya. Senyum itu Ia lontarkan lagi, membuatku ingin menangis. Ia rangkul tanganku dan berkata “membuat kesalahan adalah kelemahan manusia, belajar dari kesalahan adalah kekuatan manusia. Ibu harap kamu menjadi yang ibu katakana dan ingat untuk tidak jatuh pada lubang yang sama. Mengerti?”.
“ibu”. Aku tidak dapat berkata apa-apa lagi. Ia mendekatkan wajahnya ke bahuku dan meletakkan tangannya di punggungku. Pelukannya hangat mendekap hati. Aku berjanji untuk diriku dan Ibuku untuk menjadi yang Ia inginkan.